SURAT UNTUK IBU
Malam ini, hari Jum’at di sudut kanan notebook-ku menunjukkan pukul
23:35. Saat itu aku sedang membaca sebuah buku karya Ahmad Tohari yang
ku pinjam dari sahabatku dan terpaku pada 3 halaman yang istimewa
isinya. Berkali-kali aku baca halaman itu untuk benar-benar memahami isi
dan menjiwai. Halaman itu berisi tentang surat yang ditulis oleh orang
tua kepada anaknya. Surat yang membuatku sadar akan kesalahanku
ketidaksabaranku dalam merawat orang tua. Aku memang tidak memiliki ayah
dan ibu sebagaimana kalian, namun aku masih memiliki seorang nenek yang
keadaannya sama pesis dengan yang ada di surat tersebut. Semoga dengan
membaca surat ini kawan-kawan bisa lebih menghargai dan menyayangi orang
tua kawan-kawan semua.
Berikut adalah sebuah surat dari sosok ayah dan bunda untuk anaknya,
surat yang didapat dari buku karya Ahmad Tohari yang merupakan hasil
terjemahan dari video yang beliau dapat dari luar negeri dengan judul
Letter From Mom and Dad. Semoga setiap penyesalan yang dirasakan setiap
anak tidak terjadi pada kita, ketika kehilangan dua penjaga yang
merindukan kehadiran kita sebelum kita ada di kandungan. Selalu setia
pada kita sampai sekarang, sampai akhirat kelak.
Anakku,
Ketika aku tua,
aku berharap kau mengerti dan sabar padaku.
Ketika aku memecahkan piring atau menjatuhkan sop dari meja karena penglihatanku berkurang.
Aku berharap kamu tidak berteiak memarahiku,
Orang yang sudah tua sangat sensitif.
Milikilah belas kasih ketika kamu harus berteriak marah.
Ketika lisanku berkurang dan aku tidak bisa mendengar apa yang kamu katakan,
Aku berharap kamu tidak berteriak padaku, “Ulangi apa yang kamu katakan atau tuliskan!”
Aku minta “maaf” anakku.
Aku “menua”.
Ketika lututku melemah, aku berharap kamu sabar membantuku berdiri.
Seperti dulu aku melakukannya padamu, ketika kamu kecil,
Ketika kamu belajar bagaimana berjalan.
Mohon tahan terhadapku.
Ketika aku tetap mengulangi perkataanku mengenai ingatan-ingatanku yang salah.
Aku berharap kamu tetap mendengarkanku.
Aku mohon jangan menertawaiku atau tidak suka mendengarkanku.
Kamu ingat ketika kamu kecil dan ingin balon?
Kamu begitu bertingkah berlebihan, melakukan apapun dan menangis,
sampai kamu mendapatkan apa yang kamu mau.
Aku mohon, maafkan bauku juga.
Bauku seperti orang yang tua.
Aku mohon, jangan memaksaku dengan keras untuk mandi.
Tubuhku lemah.
Orang yang tua mudah sakit ketika mereka kedinginan.
Aku berharap aku tidak mempermalukanmu.
Ingatkah kamu ketika kamu kecil?
Aku mengejar dan menangkapmu karena kau tidak mau mandi.
Aku berharap engkau bisa sabar denganku.
Ketika aku mulai mudah ngambek dan mengomel.
Itu semua bagian dari “tua”.
Kamu akan mengerti ketika kamu semakin tua.
Dan jika kamu memiliki sisa waktu, aku berharap kita bisa berbincang-bincang walau hanya sebentar.
Aku selalu sendiri setiap waktu dan tidak memiliki satupun teman untuk berbincang-bincang.
Aku tahu kamu sibuk bekerja.
Sekalipun kamu tidak tertarik pada ceritaku,
mohon luangkanlah waktu untukku.
Ingatkah kamu ketika masih kecil?
Aku meluangkan waktu untuk mendengarkan ceritamu tentang mainan dan boneka-bonekamu?
Ketika waktu itu datang, aku sakit dan terbaring di tempat tidur.
Aku berharap kamu sabar merawatku.
Aku minta maaf,
jika tiba-tiba buang air di tempat tidur atau menyusahkanmu.
Aku berharap kamu sabar merawatku sampai akhir hidupku.
Aku akan pergi dalam waktu yang tidak lama lagi.
Ketika waktu kematianku datang,
Aku berharao kamu bisa memegang tanganku
dan memberiku kekuatan untuk menghadapi “mati”.
Dan jangan cemas,
Ketika nanti aku bertemu Tuhan, aku akan berbisik pada-Nya.
Untuk memberkatimu dan merahmatimu,
Karena kamu mencintai ibu dan ayahmu
Terima kasih banyak telah mencintai ibu dan ayahmu.
Terima kasih banyak telah merawat kami,
Kami mencintaimu dengan banyak cinta….
-Ibu dan Ayah-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar